Menjual Di Atas Jualan Saudaranya


Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ

 

“Janganlah seseorang menjual di atas jualan saudaranya. Janganlah pula seseorang khitbah (melamar) di atas khitbah saudaranya kecuali jika ia mendapat izin akan hal itu.” 
(HR. Muslim no. 1412)

Dari Ibnu ‘Umar, ia  bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ

 

“Janganlah seseorang di antara kalian menjual di atas jualan saudaranya.”
(HR. Bukhari no. 2139).

Menjual di atas jualan saudaranya adalah ketika seseorang membujuk pembeli yang masih dalam masa khiyar untuk membatalkan transaksi dengan penjual pertama dan menawarkan barang yang sama dengan harga lebih murah. Hal ini diharamkan karena menimbulkan mudhorot pada sesama muslim. Demikian pula, membeli di atas belian saudaranya, yaitu ketika seseorang menawarkan harga lebih tinggi kepada penjual agar membatalkan transaksi dengan pembeli pertama, juga diharamkan. Kedua jenis transaksi ini dianggap merusak karena menyebabkan kerugian dan perselisihan di antara kaum muslimin.

 

Menimbun Barang (Ihtikar)


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ

 

“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” 
(HR. Muslim no. 1605).

Dari Ibnu ‘Umar, ia  bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ

 

“Janganlah seseorang di antara kalian menjual di atas jualan saudaranya.”
(HR. Bukhari no. 2139).

Al Qodhi Iyadh rahimahullah berkata, “Alasan larangan penimbunan adalah untuk menghindarkan segala hal yang menyusahkan umat Islam secara luas. Segala hal yang menyusahkan mereka wajib dicegah. Dengan demikian, bila pembelian suatu barang di suatu negeri menyebabkan harga barang menjadi mahal dan menyusahkan masyarakat luas, maka itu wajib dicegah, demi menjaga kepentingan umat Islam. Pendek kata, kaedah ‘menghindarkan segala hal yang menyusahkan’ adalah pedoman dalam masalah penimbunan barang.” 
(Ikmalul Mu’lim, 5: 161)

 

Jual Beli Dengan Cara Menipu


Dari Abu Hurairah, ia berkata,

 

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى »

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” 
(HR. Muslim no. 102)

Jika dikatakan tidak termasuk golongan kami, maka itu menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.

 

“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka.” 
(HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).